MAKALAH
INTERNALISASI NILAI-NILAI PERJUANGAN PANGERAN
DIPONEGORO DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Mata Pelajaran
: PKN
Kelas :
VIII - D
Disusun Oleh :
Nitia Ratna. R
Siti Latifatul. M
Ari
Wahid
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI
CIAMIS 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah
Permasalahan
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataramdi Yogyakarta. Lahir pada
tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir)
bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan(istri non
permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran
Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
1. Masa
Remaja Pangeran Diponegoro
Menyadari kedudukannya sebagai putra
seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak
mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro
mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu
Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia
lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat
tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo
daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak
kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah
satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3
tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejobersama Residen Belanda. Cara
perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.
Ketika pihak Belanda memasang
patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo, perang
Diponegoro pun dimulai. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka,
mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan
membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu,
Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil"
yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan danKedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut
bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong. Perjuangan Pangeran
Diponegoro ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung
Prawirodigdaya Bupati Gagatan. Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak
kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Namun berbagai cara terus
diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun
dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa
menangkap Diponegoro.
2. Masa
Penangkapan
Pada 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang,ketika itu sedang memasuki bulan Ramadhan. De
Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan
perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan
penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian
dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan
langsung ke Batavia menggunakan
kapal Polluxpada 5 April.
Bukan sekadar
pengkhianatan De Kock yang mendorong kita berpendapat De Kock-lah yang bertanggung
jawab atas penangkapan Diponegoro. Ada petunjuk lain yang mendukung. Hal itu
dibuktikan dengan adanya surat perintah tertulis rahasia De Kock kepada Kolonel
Du Perron dan Mayor Michiels untuk menangkap Diponegoro bila tindakan paksaan
diperlukan.
Atas dasar
sportivitas, siapa yang kalah mengikuti yang menang, Diponegoro tanpa kehendak
melawan, mengikuti putusan pemerintah kolonial, yaitu dibuang. Ia hanya minta
kalau meninggal jenazahnya dimakamkan di Yogyakarta, dekat saudaranya. Hal itu
terbukti tidak dikabulkan.
Tanggal 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan
di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil
menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
3. Masa
Pembuangan
· 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran
Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para
pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan
dibuang ke Manado.
· 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan
diberangkatkan dengan kapal Pollux keManado dan ditawan di benteng Amsterdam.
BAB II
PERMASALAHAN
Bagaimana nilai-nilai perjuangan
pangeran Diponegoro dapat diinternalisasikan pada saat ini dan akan datang ?
Bangsa ini memerlukan seseorang
seperti Pangeran Diponegoro dengan keberanian, kesabaran, dan pengorbanannya
menghadapi penjajah yang menyengsarakan rakyat. Maka di era saat ini kita juga
memerlukan sosok-sosok yang memberikan harapan di tengah krisis. Mengubah
hambatan menjadi peluang untuk meningkatkan kapasitas diri maupun memberikan
pengaruh yang positif pada masyarakat.
Hanya orang-orang yang bermental climbers
yang akan mampu menghadapi setiap rintangan yang dia hadapi. Karena sekali lagi
pilihan itu membutuhkan keberanian, kesabaran, dan pengorbanan di samping
tujuan yang ingin kita capai dengan keyakinan dan aksi yang benar.
Kita perlu sosok-sosok seperti
Pangeran Diponegoro yang memberikan kita inspirasi untuk berjuang. Sayangnya
saat ini kita justru dikenalkan dengan sosok-sosok yang tidak jelas
kepribadiannya.
Lanjutan puisi Chairil Anwar yang berjudul Diponegoro
:
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru
tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Semoga kita dapat belajar dari sosok
Pangeran Diponegoro agar kita mampu menghadapi krisis yang terjadi dengan
nilai-nilai kepahlawanan beliau yang kita internalisasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pangeran Diponegoro memang bukanlah
seorang yang dikaruniai oleh Tuhan sebuah kelebihan tertentu. Namun, proses
belajar yang kemudian membentuk pribadinya menjadi sosok pemimpin yang
mencintai rakyat dan dicintai oleh rakyat. Dengan itu sebenarnya Tuhan ingin
mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada keajaiban tanpa tindakan. Semuanya
butuh keberanian, pengorbanan, dan kesabaran untuk mencapai kemenangan.
1. Keberanian
Keberanian, itulah sifat seorang
Pahlawan seperti Pangeran Diponegoro. Tanpa keberanian inilah tidak mungkin
Pangeran Diponegoro mampu menghadapi musuh-musuhnya. Keberanian untuk
mengatakan dan bertindak yang salah ada salah dan yang benar adalah benar.
Keberanian merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang tertanam namun juga
dapat diasah melalui pembelajaran yang terproses.
Dengan keberanian itulah kemudian
memberikan inspirasi bagi orang-orang lain. Memunculkan naluri kepahlawanan
mereka untuk melanjutkan perjuangan. Naluri inilah yang dimiliki oleh para
pahlawan-pahlawan untuk menghadapi tantangan-tantangan besar zaman.
Bangsa ini memang membutuhkan
figur-figur kepahlawanan yang dapat membangkitkan naluri kepahlawanan dan
keberanian bangsa untuk menghadapi krisis serta penjajahan yang memang tidak
semua orang menyadarinya secara mendalam. Bukan menunggu monster-monster datang
mengacaukan kota atau menunggu perang dari bangsa lain. Namun, sebuah tindakan
dengan segenap potensi untuk menyelamatkan bangsa dari krisis multidimensi.
2. Kesabaran
Tidak ada keberanian yang sempurna
tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya
sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan. Maka, ulama kita dulu
mengatakan, “Keberanian itu sesungguhnya hanyalah kesabaran sesaat.”
Resiko adalah pajak keberanian. Dan
hanya kesabaran yang dapat menyuplai seorang pemberani dengan kemampuan untuk
membayar pajak itu terus-menerus (Anis matta, 2004).
Kesabaran untuk berjuang bersama
rakyat dan tidak tunduk kepada penjajah Belanda itulah yang mampu membuat
kewalahan tentara-tentara Belanda saat itu selama 5 tahun. Kesabarannya itulah
yang tetap mampu dipertahankan meski di saat-saat banyak ancaman yang diberikan
oleh pihak pemerintah Belanda pada saat itu. Kesabaran untuk mempertahankan
idealisme kebangsaan untuk melawan penjajah.
Banyak yang kemudian dari
pengikutnya yang satu per satu meletakkan senjata ketika Belanda menawarkan
perundingan yang ternyata berakhir dengan pengasingan mereka. Pangeran
Diponegoro tetap pada pendiriannya untuk tidak tunduk kepada Belanda meski
akhirnya tertawan karena taktik licik yang dilakukan oleh pihak Belanda. Namun,
buah dari kesabarannya itu tetap beliau bawa hingga ke penerusnya dan
karya-karyanya.
Hikmahnya adalah dengan kesabaran
itulah yang kita butuhkan untuk mempertahankan prinsip-prinsip hidup yang benar
sesuai tuntunan Illahi bukan sekedar nafsu semata. Tidak sedikit di antara kita
yang kemudian putus asa atau mencari aman saja dari tantangan yang seharusnya
kita hadapi. Kemudian di antara kita pula yang justru mencari jalan lain yang
justru menyesatkannya.
3. Pengorbanan
Seseorang disebut pahlawan karena
timbangan kebaikannya jauh mengalahkan timbangan keburukannya, karena
kekuatannya mengalahkan sisi kelemahannya. Jika engkau mencoba menghitung
kesalahan dan kelemahannya itu “tertelan” oleh kebaikan dan kekuatannya.
Akan tetapi, kebaikan dan kekuatan
itu bukanlah untuk dirinya sendiri, melainkan merupakan rangkaian amal yang
menjadi jasanya bagi kehidupan masyarakat manusia (Anis Matta, 2004)
Sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi orang lain. Keinginan Pangeran Diponegoro untuk menjadi
Amirulmukminin Panotogomo Kalifatullah, pemimpin yang berjuang untuk rakyat
sekaligus agamanya mampu mengalahkan tawaran ayahnya Sultan Hamengku Buwono III
untuk menjadi pejabat di Kraton Yogyakarta Hadiningrat.
Meskipun kesempatan itu terbuka
lebar untuk menjadi pejabat Kraton tetapi Pangeran Diponegoro tahu diri bahwa
dirinya bukan putera mahkota. Berbeda dengan orang yang haus kekuasaan yang
akan mungkin tanpa berpikir panjang akan mengambil kesempatan itu. Jika, orang
itu mampu, namun jika tidak maka tunggulah kehancurannya.
Pangeran Diponegoro lebih memilih
untuk berjuang untuk rakyatnya yang telah tertindas dengan mengajarkannya
keterampilan untuk menjaga diri. Karena kondisinya pada saat itu memang rakyat
banyak yang tertindas dianiaya karena kelemahannya. Orang-orang Belanda
menganggap kaum pribumi seperti binatang bodoh yang memang pantas dianiyaya.
Hukum rimba pun berlaku.
Puisi Chairil Anwar tentang
Diponegoro :
DIPONEGORO
Di masa pembangunan
ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali
tuan menanti
Tak gentar
Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa
mati
Puisi Chairil Anwar tersebut menggambarkan kerinduan seorang Chairil
Anwar terhadap sosok Diponegoro di masa-masa pembangunan. Kekaguman seorang
Chairil Anwar pada kepahlawanan Diponegoro yang digambarkannya begitu berani
melawan musuh meski hanya menggunakan keris dan pedang.
Di masa krisis menerpa negara kita begitu
banyak permasalahan yang kemudian muncul, mulai dari masalah individu hingga
masalah dalam masyarakat. Krisis memang akan selalu ada mewarnai kehidupan
suatu bangsa. Karena krisis merupakan bagian dari rencana Tuhan untuk
menyadarkan kita sebagai hamba-Nya, bahwa kita juga sebagai pemimpin di muka
bumi ini.
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Keberanian : Pangeran Diponegoro sadar betul akan resikonya
melawan Belanda akan seperti apa. Namun, sekali lagi yang benar memang harus diperjuangkan
dan yang salah perlu disadarkan untuk kemudian diluruskan.
2. Kesabaran
: kesabaran adalah daya tahan psikologis
yang menetukan sejauh apa kita mampu membawa beban idealisme kepahlawanan, dan
sekuat apa kita mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup.
3. Pengorbanan
: kita membutuhkan sosok seperti Pangeran
Diponegoro untuk kita tauladani baik dalam semangat maupun kehidupannya. Sosok
yang dapat kita contoh dan mampu menggerakan harapan bangsa.
Saran
Bila Anda
sedang lemah, lemes, letih dan lesu seakan kehilangan semangat untuk hidup,
belajarlah kepada tokoh hebat ini. Dia adalah avatar bagi masyarakat Jawa.
Hidup memang untuk berjuang, tidak untuk merenungi penderitaan dan mengalah
pada nasib.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar